AYAH
Kita pernah memiliki dan kita pernah kehilangan
Sepenggal kalimat diatas menyisakan sesak dan berat ikhlas,
jika mengingat detik-detik terakhir bersama beliau (almarhum). Saya
memanggilnya Ayah, sosok yang akan selalu dikenang karena beliau sudah tidak
lagi disini, beriringan, bersentuhan, berpelukan maupun merebahkan tubuh di
punggung beliau. ‘Ayah’ adalah kata yang mana melafalkannya saja bisa membuat
mata berkaca-kaca, dan sedih pada kenyataan kita tidak lagi tertawa bersama dan
bercanda bersama seperti biasanya.
Ayah bagi saya adalah Pahlawan selain mama tentunya, dua
manusia yang akan selalu seperti itu…. Menempati sisi hati yang tidak akan
pernah tergantikan sekalipun maut memisahkan. Ketiadaan Ayah adalah awal
kemandirian dan pelajaran untuk saya dalam menghadapi hidup dan bagaimana
menaklukan hidup sekalipun dalam keadaan susah. Ayah
sesungguhnya tidak pernah meninggalkan saya, karena Ayah akan selalu ada di hati
dan pikir saya, begitu seterusnya.
Ayah bukan hanya sebagai orang tua tapi juga sebagai sahabat untuk siapa pun yang
mengenal beliau. Saya pernah bersyukur kepada Tuhan berulang kali semasa Ayah
masih hidup, bersyukur bahwa saya memiliki Ayah seperti beliau, sosok yang
begitu loveable dan akan habis kata-kata jika saya harus menggambarkan Ayah
dalam aksara. Hingga saat ini pun saya masih bersyukur pernah memiliki Ayah
seperti beliau, Ayah yang tidak pernah marah, dan seorang Ayah yang tangguh. Merasakan
susah senang bersama Ayah, adalah pengalaman sekaligus pelajaran berharga buat
saya.
Dear Ayah, tahukah kamu bekalmu begitu banyak untuk saya? Tahukah
kamu itu adalah warisan yang tidak ternilai harganya? Tahukah kamu bahwa kamu
akan selalu indah di hati dan kenangan saya? Tahukah kamu bahwa saya sangat
merindukanmu? :’(
Kita pernah memiliki dan kita pernah kehilangan
Itulah hidup, berani untuk memiliki dan berani untuk
kehilangan. Siapa pun di dunia ini akan mengalami bagaimana rasanya memiliki
dan rasanya kehilangan orang-orang yang kita cintai. Kehilangan orang yang kita
cintai itu rasanya seperti Tuhan mengambil sebagian nyawa kita, tapi Tuhan akan
memberikan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan separuh nyawa kita yang
diambil. Itu yang disebut ikhlas. Bagi saya ikhlas itu adalah ilmu yang tidak
akan pernah selesai jika kita mempelajarainya, karena sesungguhnya siapa pun
tidak akan bisa ikhlas jika sudah menyangkut rasa. Kalau sudah seperti itu,
maka rumus kebahagiaan adalah “membahagiakan
orang-orang yang kita cintai” sebelum kita tidak lagi bersama mereka.
Mengutip kata-kata Ade Irawan “Ayah, masih ada kamu di dalam aku". Selama nyata dan gaib masih beriringan, kamu akan selalu disini... di setiap aliran darah dan eksistensi saya. Akhirnya pada hidup, saya harus mengucapkan terima kasih Ayah..
Comments
Post a Comment