SAMPAH
Apa
yang terpikirkan di telinga kalian jika mendengar kata SAMPAH? Tentu akan marah
jika kata itu ditujukan kepada diri kita. Siapa pun itu, di dunia ini tidak ada
yang mau disebut sebagai sampah. Kalau sudah seperti itu, lantas kenapa kita
senang sekali berada diantara sampah? Padahal kita tidak mau disamakan dengan
sampah, tapi kita begitu dekat dengan sampah. Beberapa hari yang lalu saya
seangkot dengan adik-adik pelajar SMA yang baru pulang sekolah. Salah seorang dari
mereka membuang sampah keluar melalui jendela angkot. Secara bersamaan saya
melihat seorang ibu setengah baya sedang menyapu jalanan dan mengangkat
sampah-sampah yang berserakan di jalan. Spontan saya menegur adik pelajar itu,
hingga terjadi perdebatan diantara kami:
Saya : kenapa
buang sampah keluar? Bukankah ada tempat sampah di dalam angkot!
Pelajar : memangnya
kenapa kalau saya buang keluar?
Saya : kamu
melihat ibu yang tadi sedang menyapu jalanan?
Pelajar : ya,
saya melihat. Memangnya kenapa?
Saya : bagaimana
kalau ibu itu adalah mama kamu? nenek kamu? Atau tante kamu?
Pelajar : (terdiam
tanpa sepatah kata pun)
Saya : suatu hari nanti, bisa saja adik berada di
posisi ibu penyapu jalanan yang tadi. Ketika adik sedang menyapu jalanan,
secara bersamaan ada yang membuang sampah secara sembarangan. Saat itu terjadi,
saya yakin adik akan sangat merasa kecewa dan marah.
Pelajar : (masih
terdiam tanpa sepatah kata pun)
Saya : apakah adik tidak pernah diajarkan etika dan
moral di sekolah? Apakah adik tidak pernah diajarkan bagaimana menjaga
kebersihan di sekolah? Apakah adik tidak pernah diajarkan menghargai dan
menghormati orang lain di sekolah?
Pelajar : (masih
terdiam, sementara saya masih emosi dan melanjutkan kata-kata saya)
Saya : mereka, ibu-ibu penyapu jalanan (petugas kebersihan)
itu sesungguhnya adalah pahlawan kebersihan. Orang yang membuat kita merasa
nyaman. Orang yang membedakan kita dengan SAMPAH. Sampah yang adik buang
keluar, mungkin sedikit. Tapi tahukah adik, bahwa yang sedikit-sedikit itu akan
menjadi banyak dan kelak bisa menjadi petaka?! Kalau generasi muda Maluku
sekarang seperti ini, bagaimana nasib Maluku kedepan?!!
Pelajar : epenkah?
Semua omongan-omongan kakak itu tidak penting!
Saya : kasihan…
kamu hanya mengerti kata “epenkah”
(Secara
bersamaan pelajar tersebut dimarahi oleh penumpang yang lain. Akibatnya si
pelajar menghentikan angkot dan turun meninggalkan teman-temannya).
Saya
mungkin dinilai sok baik, sok bersih, sok bijak dan lain-lain. Tapi saya hanya
tidak bisa mentolerir orang-orang yang membuang sampah sembarangan, apalagi
tindakan itu terjadi di depan saya. Dulu saya juga sering membuang sampah
sembarangan, dan saya mengakui itu. Namun dengan berjalannya waktu, saya
mengerti bagaimana membuang sampah sembarangan itu dapat berdampak buruk bagi
lingkungan hidup kita. Kita tentu adalah manusia yang selalu menginginkan
kenyamanan. Salah satu kenyamanan adalah dengan menjaga kebersihan, jika tidak
seperti itu maka patut dipertanyakan apakah kita manusia yang normal?!.
Peristiwa
diatas membuat saya teringat ketika saya ke Belanda pada tahun 2003, dan betapa
kagumnya saya dengan pengaturan dan pengelolaan sampah disana. Di Belanda sudah
menjadi kewajiban penduduk dalam pengelolaan sampah, dimana sampah-sampah
tersebut dipilah menjadi sampah biasa (kering) dan sampah biologis (basah).
Briliannya sampah-sampah itu kemudian didaur ulang, misalnya sampah kertas,
beling, tekstil dan baterai, sedangkan sampah biologis dijadikan kompos. Agar
pengelolaan sampah berjalan dengan baik, Pemerintah Belanda memfasilitasi 2
buah tong sampah untuk setiap rumah penduduk. Hal ini dilakukan agar penduduk memilah sendiri sampah biasa dan
sampah biologis di rumah masing-masing. Melalui kontribusi bersama dengan
Pemerintah Belanda, penduduk Belanda mendapat pengurangan biaya pajak sampah
oleh Pemerintah Belanda. Keren kan!
Dengan
pengelolaan sampah yang seperti itu, tidak heran jika Belanda adalah salah satu
Negara Eropa yang bersih dari sampah. Bahkan jalanan-jalanan di Belanda menurut
saya bisa dipakai buat tidur karena saking bersihnya. Sungguh menarik jika
Indonesia bisa menerapkan cara-cara pengelolaan sampah yang digunakan oleh
Belanda. Saya bisa bayangkan betapa bersihnya Indonesia jika hal itu
diterapkan. Namun tidak bisa dipungkiri cara-cara pengelolaan sampah yang
demikian tergantung dari kesadaran ekologi penduduk Indonesia. Apakah penduduk
Indonesia memiliki kesadaran betapa pentingnya lingkungan yang bersih,
sementara di sekitar kita saja masih berserekan sampah-sampah yang kita buat
sendiri. Contohnya peristiwa diatas.
Menurut saya, masalah sampah sudah harus menjadi
prioritas Pemerintah Indonesia demi kelangsungan hidup penduduk Indonesia
kedepan. Sudah seharusnya sampah diatur dalam sebuah Peraturan Perundang-undangan
yang mengikat dan menjadi kesadaran bersama dalam menciptakan lingkungan Indonesia yang
bersih. Indonesia yang sejajar dengan Negara-negara yang lain. Semoga.
SELAMAT HARI LINGKUNGAN SEDUNIA
MARI BUANG SAMPAH PADA TEMPATNYA!!!
SELAMAT HARI LINGKUNGAN SEDUNIA
MARI BUANG SAMPAH PADA TEMPATNYA!!!
Comments
Post a Comment