Jun 27, 2011

SOLUSI

Saya lagi membayangkan sesuatu, katakanlah solusi untuk menampung dan merealisasi semua aspirasi di negeri ini (gayanya seperti orang penting aja nih! ). Akhir-akhir ini banyak sekali masalah yang melanda Negara kita, mulai dari korupsi, PSSI dan yang terakhir lagi marak-maraknya orang membicarakan masalah TKI Ruyati yang dihukum pancung di Arab Saudi + kasus-kasus yang lain. Saya lagi tertarik dengan kasus Ruyati, makanya disini saya hanya akan membahas tentang almarhum Ruyati (lah..apa hubungannya Ruyati dengan solusi di negeri ini? Saya juga bingung menjawabnya, tapi sebaiknya simak dulu cerita saya ini). Tentunya tahu dong penyebab kenapa Ruyati dihukum pancung? Ruyati dihukum karena membunuh majikan perempuannya di Arab Saudi. Berikut adalah kronologi Ruyati menjadi TKI hingga duhukum pancung (sumber: detik.com);


2008 Ruyati binti Sapubi berangkat ke Arab Saudi sebagai TKW dengan menggunakan jasa pengirim tenaga kerja PT Dasa Graha Utama Bekasi. Menurut LSM Migrant Care, umur Ruyati dimudakan 9 tahun.
31 Desember 2009 Kontak terakhir Ruyati dengan keluarganya di Bekasi. Ruyati pernah mengeluh pada keluarganya bahwa majikannya yang sekarang ini suka berlaku kasar padanya.
10 Januari 2010 Ruyati binti Sapubi membunuh majikan perempuannya bernama Khairiya Hamid binti Mijlid dengan alat pemotong daging.
Mei 2010 Ruyati diadili pertama kali, terancam hukuman qisas yaitu hukuman yang setimpal dengan apa yang dilakukannya. Pendeknya, membunuh dijatuhi hukuman dibunuh.
Maret 2011 LSM Migrant Care mengingatkan sejumlah TKI terancam hukuman mati di Arab Saudi termasuk Ruyati.

April 2011 Menkum Patrialis Akbar pergi ke Arab Saudi untuk melobi pemerintah Arab Saudi agar mengampuni para TKI yang melanggar hukum. Kemlu RI menegaskan telah memberikan bantuan hukum dan kekonsuleran pada Ruyati.
Mei 2011 Ruyati diadili lagi, dijatuhi hukuman qisas.
Sabtu, 18 Juni 2011 Ruyati dieksekusi pukul 15.00 WIB di Kota Makkah, menjadi orang ke-28 yang dieksekusi pada tahun ini. Jenazah langsung dimakamkan.
Minggu, 19 Juni Pagi hari, Kemlu menghubungi keluarga Ruyati di Bekasi, memberitahukan pemancungan itu. Kemlu RI mengecam pemancungan itu karena tidak diberitahu pemerintah Saudi dan akan memanggil Dubes Saudi di Jakarta. Keluarga Ruyati meminta jenazah dimakamkan di Indonesia.

Kasus Ruyati ini kemudian belakangan banyak mendapat respon dari berbagai kalangan, baik itu dari masyarakat, pengamat politik, bahkan artis pun angkat bicara soal Ruyati. Respon yang negative tentunya ditujukan kepada Pemerintah Indonesia yang katanya tidak becus dalam menangani dan melindungi TKI di luar negeri. Ujung-ujungnya kembali lagi kepada pernyataan-pernyataan yang selalu ada ketika ada masalah di Negara ini, kebanyakan dari mereka selalu berasumsi “bapak SBY terlalu lambat” “pemerintahan SBY tidak becus” dan bla bla bla… setiap orang mempunyai hak berbicara atau berpendapat kapan pun dan dimana pun, tapi dalam hal ini saya pribadi lebih menyukai mereka yang berbicara secara bertanggung jawab. Melihat setiap persoalan dengan bijaksana, bukan lantas hanya bisa memberikan kritikan tanpa pengetahuan. Kenapa saya katakan kritikan tanpa pengetahuan? Alangkah baiknya kita mengkritik suatu persoalan itu setelah kita tahu permasalahannya, kenapa? Dan bagaimana? Hingga solusi yang terbaik untuk setiap masalah-masalah tersebut. Hanya mengkritik dan selalu menyalahkan pemerintah tanpa solusi saya kira bukan hal yang patut diacungi jempol! Akhir-akhir ini terlalu banyak yang angkat bicara namun tanpa pengetahuan, seperti membangun sebuah wacana yang buruk/negative untuk pemerintah. Saya bukan pro pemerintah, tapi saya lebih cenderung melihat suatu persoalan secara luas, selalu memakai kata Tanya kenapa? Bagaimana bisa? Sampai sebaiknya seperti apa? Bukan kemudian melontarkan kritikan-kritikan yang tidak bertanggung jawab. Kadang, yang terlihat itu tidak seperti apa yang kita pikirkan dan yang sebenarnya terjadi. Logikanya begini, saat kita melontarkan kritikan untuk suatu masalah kemudian ada yang balik bertanya “apa yang anda tahu (pengetahuan)?” prinsipnya jika pertanyaan tentang pengetahuan, maka yang harus kita pahami itu harus dari segi peraturan, system, hingga ilmu yang berkaitan dengan masalah tersebut. Contohnya seperti kasus Ruyati, saya akan menjabarkannya dalam beberapa poin hal-hal yang harus kita ketahui dalam menyikapi persoalan di negeri ini:
1. kita harus tahu bagaimana prosedur pengiriman TKI di Indonesia apakah ada yang tidak beres disana. Baik itu menyangkut lembaga yang berwenang, proses pengiriman hingga apakah ada pendampingan TKI di luaar negeri dan sebagainya.
2. Tugas dan fungsi pemerintah dikaitkan dengan TKI, dalam hal ini Kementrian Luar Negeri, Kedubes dan sebagainya.
3. Peraturan-peraturan atau katakanlah UU yang kita punya, yang mengatur tentang TKI
4. System hukum yang dianut Arab Saudi (syariat islam)
5. Sebab akibat Ruyati dihukum pancung hingga apa saja yang sudah dilakukan pemerintah.
6. Prinsipnya dalam kasus Ruyati paling tidak kita punya pengetahuan tentang Hukum Internasional, bagaimana yurisdiksi suatu Negara (kedaulatan Negara) dan apakah kita punya perjanjian yang strategis katakanlah MoU dengan pemerintahan Arab Saudi menyangkut TKI
7. Yang terakhir belajar dari kasus-kasus sebelumnya, dalam hal ini TKI yang pernah dihukum mati. Bagaimana pemerintah pada masa itu menyelesaikannya.

Saya kira poin-poin di atas patut kita ketahui sebelum kita menyeloteh dan sebelum kita disebut orang yang “sok tau”. Setidaknya semua perkataan, kritikan atau saran sekalipun untuk suatu permasalahan di negeri ini bisa kita pertanggung jawabkan ketika kita menerapkan poin-poin di atas sebagai sebuah alasan. Hasilnya masyarakat tidak akan dibuat bingung dengan komentar-komentar yang mengarah pada provokasi yang berdampak pada suasana Negara yg tidak nyaman. Jaman sekarang untuk mencari data-data yang kita butuhkan tidak perlu lagi membeli buku yang berkaitan, saya kira sebagian besar orang-orang di negeri ini menggunakan Google atau yang disebut mesin pencari. Hanya memasukan kata kunci dan tekan search, apa yang kita perlukan ada di depan kita. Hal ini berkaitan dengan ke-7 poin di atas, untuk mengetahuinya saya sarankan memakai mesin pencari google.

Kembali lagi dengan kalimat “solusi untuk menampung dan merealisasi semua aspirasi di negeri ini”, saya kemudian berpikir cara yang praktis untuk kita duduk bersama, mengeluarkan semua unek-unek kita baik itu kepada pemerintah maupun orang-orang pintar di Negara ini atau bahkan orang-orang di luar negeri (tapi sebaiknya di dalam negeri dulu kali ya… *random). Solusinya dengan satu kata “Musyawarah Akbar”, sisihkan satu hari untuk musyawarah akbar seluruh bangsa Indonesia. Yang merasa paling pintar, yang merasa paling bodoh, yang merasa paling berkuasa, yang merasa paling lemah, yang merasa palling kuat, yang merasa paling hebat, yang merasa paling benar, yang merasa paling salah, dan yang lainnya berkumpul/bertemu dalam satu musyawarah akbar dimana siapa pun boleh bicara tidak membedakan suku, agama, status dan tingkat pendidikan. Saya kira disini kita akan tahu seberapa besar kekuatan bangsa ini dan seberapa lemahnya kita di mata kita sendiri. Bukan jamannya lagi kita berkoar-koar tentang ketidakbecusan pemerintah tapi apa yang seharusnya kita perbuat untuk diri kita, lingkungan di sekitar kita dan dalam skala besar untuk negeri ini. Mungkin terlalu gamblang saya mengemukakan tentang “Musyawarah Akbar” ini. Tapi itu yang sekarang ada di benak saya, itu yang kemudian menjadi tujuan kita yang sebenarnya. Saya kira kita meneriakan kritikan, opini, hingga amarah atas setiap persoalan-persoalan di negeri ini sebenarnya tujuannya satu, hanya untuk didengar. Dengan musyawarah akbar, kita akan saling mendengar dan kita sendiri yang saling memberikan solusi untuk setiap persoalan di negeri ini.

Hanya itu, saya kira cukup sekian cuap-cuap saya. Ini bagian dari kritikan terhadap kita, terhadap diri saya sendiri yang hanya bisa menngkritik tapi belum bisa berbuat banyak untuk perubahan yang baik. Solusinya adalah “bagaimana kita berbuat dalam solusi, bukan mencari solusi dan berproses dalam solusi”. Terima kasih!

No comments:

Post a Comment