Jun 5, 2013

SAMPAH






Apa yang terpikirkan di telinga kalian jika mendengar kata SAMPAH? Tentu akan marah jika kata itu ditujukan kepada diri kita. Siapa pun itu, di dunia ini tidak ada yang mau disebut sebagai sampah. Kalau sudah seperti itu, lantas kenapa kita senang sekali berada diantara sampah? Padahal kita tidak mau disamakan dengan sampah, tapi kita begitu dekat dengan sampah. Beberapa hari yang lalu saya seangkot dengan adik-adik pelajar SMA yang baru pulang sekolah. Salah seorang dari mereka membuang sampah keluar melalui jendela angkot. Secara bersamaan saya melihat seorang ibu setengah baya sedang menyapu jalanan dan mengangkat sampah-sampah yang berserakan di jalan. Spontan saya menegur adik pelajar itu, hingga terjadi perdebatan diantara kami:


Saya    :  kenapa buang sampah keluar? Bukankah ada tempat sampah di dalam angkot!
Pelajar :  memangnya kenapa kalau saya buang keluar?
Saya    :  kamu melihat ibu yang tadi sedang menyapu jalanan?
Pelajar :  ya, saya melihat. Memangnya kenapa?
Saya    :  bagaimana kalau ibu itu adalah mama kamu? nenek kamu? Atau tante kamu?
Pelajar :  (terdiam tanpa sepatah kata pun)
Saya   : suatu hari nanti, bisa saja adik berada di posisi ibu penyapu jalanan yang tadi. Ketika adik sedang menyapu jalanan, secara bersamaan ada yang membuang sampah secara sembarangan. Saat itu terjadi, saya yakin adik akan sangat merasa kecewa dan marah.
Pelajar :  (masih terdiam tanpa sepatah kata pun)
Saya   : apakah adik tidak pernah diajarkan etika dan moral di sekolah? Apakah adik tidak pernah diajarkan bagaimana menjaga kebersihan di sekolah? Apakah adik tidak pernah diajarkan menghargai dan menghormati orang lain di sekolah?
Pelajar :  (masih terdiam, sementara saya masih emosi dan melanjutkan kata-kata saya)
Saya  : mereka, ibu-ibu penyapu jalanan (petugas kebersihan) itu sesungguhnya adalah pahlawan kebersihan. Orang yang membuat kita merasa nyaman. Orang yang membedakan kita dengan SAMPAH. Sampah yang adik buang keluar, mungkin sedikit. Tapi tahukah adik, bahwa yang sedikit-sedikit itu akan menjadi banyak dan kelak bisa menjadi petaka?! Kalau generasi muda Maluku sekarang seperti ini, bagaimana nasib Maluku kedepan?!!
Pelajar :  epenkah? Semua omongan-omongan kakak itu tidak penting!
Saya    :  kasihan… kamu hanya mengerti kata “epenkah”
(Secara bersamaan pelajar tersebut dimarahi oleh penumpang yang lain. Akibatnya si pelajar menghentikan angkot dan turun meninggalkan teman-temannya).  

Saya mungkin dinilai sok baik, sok bersih, sok bijak dan lain-lain. Tapi saya hanya tidak bisa mentolerir orang-orang yang membuang sampah sembarangan, apalagi tindakan itu terjadi di depan saya. Dulu saya juga sering membuang sampah sembarangan, dan saya mengakui itu. Namun dengan berjalannya waktu, saya mengerti bagaimana membuang sampah sembarangan itu dapat berdampak buruk bagi lingkungan hidup kita. Kita tentu adalah manusia yang selalu menginginkan kenyamanan. Salah satu kenyamanan adalah dengan menjaga kebersihan, jika tidak seperti itu maka patut dipertanyakan apakah kita manusia yang normal?!.

Peristiwa diatas membuat saya teringat ketika saya ke Belanda pada tahun 2003, dan betapa kagumnya saya dengan pengaturan dan pengelolaan sampah disana. Di Belanda sudah menjadi kewajiban penduduk dalam pengelolaan sampah, dimana sampah-sampah tersebut dipilah menjadi sampah biasa (kering) dan sampah biologis (basah). Briliannya sampah-sampah itu kemudian didaur ulang, misalnya sampah kertas, beling, tekstil dan baterai, sedangkan sampah biologis dijadikan kompos. Agar pengelolaan sampah berjalan dengan baik, Pemerintah Belanda memfasilitasi 2 buah tong sampah untuk setiap rumah penduduk. Hal ini dilakukan agar  penduduk memilah sendiri sampah biasa dan sampah biologis di rumah masing-masing. Melalui kontribusi bersama dengan Pemerintah Belanda, penduduk Belanda mendapat pengurangan biaya pajak sampah oleh Pemerintah Belanda. Keren kan!

Dengan pengelolaan sampah yang seperti itu, tidak heran jika Belanda adalah salah satu Negara Eropa yang bersih dari sampah. Bahkan jalanan-jalanan di Belanda menurut saya bisa dipakai buat tidur karena saking bersihnya. Sungguh menarik jika Indonesia bisa menerapkan cara-cara pengelolaan sampah yang digunakan oleh Belanda. Saya bisa bayangkan betapa bersihnya Indonesia jika hal itu diterapkan. Namun tidak bisa dipungkiri cara-cara pengelolaan sampah yang demikian tergantung dari kesadaran ekologi penduduk Indonesia. Apakah penduduk Indonesia memiliki kesadaran betapa pentingnya lingkungan yang bersih, sementara di sekitar kita saja masih berserekan sampah-sampah yang kita buat sendiri. Contohnya peristiwa diatas.

Menurut saya, masalah sampah sudah harus menjadi prioritas Pemerintah Indonesia demi kelangsungan hidup penduduk Indonesia kedepan. Sudah seharusnya sampah diatur dalam sebuah Peraturan Perundang-undangan yang mengikat dan menjadi kesadaran bersama dalam menciptakan lingkungan Indonesia yang bersih. Indonesia yang sejajar dengan Negara-negara yang lain. Semoga. 

SELAMAT HARI LINGKUNGAN SEDUNIA
MARI BUANG SAMPAH PADA TEMPATNYA!!!

No comments:

Post a Comment