Oct 5, 2012

AYAH

Kita pernah memiliki dan kita pernah kehilangan

Sepenggal kalimat diatas menyisakan sesak dan berat ikhlas, jika mengingat detik-detik terakhir bersama beliau (almarhum). Saya memanggilnya Ayah, sosok yang akan selalu dikenang karena beliau sudah tidak lagi disini, beriringan, bersentuhan, berpelukan maupun merebahkan tubuh di punggung beliau. ‘Ayah’ adalah kata yang mana melafalkannya saja bisa membuat mata berkaca-kaca, dan sedih pada kenyataan kita tidak lagi tertawa bersama dan bercanda bersama seperti biasanya. 



Ayah bagi saya adalah Pahlawan selain mama tentunya, dua manusia yang akan selalu seperti itu…. Menempati sisi hati yang tidak akan pernah tergantikan sekalipun maut memisahkan. Ketiadaan Ayah adalah awal kemandirian dan pelajaran untuk saya dalam menghadapi hidup dan bagaimana menaklukan hidup sekalipun dalam keadaan susah. Ayah sesungguhnya tidak pernah meninggalkan saya, karena Ayah akan selalu ada di hati dan pikir saya, begitu seterusnya. 

Ayah bukan hanya sebagai orang tua tapi juga sebagai sahabat untuk siapa pun yang mengenal beliau. Saya pernah bersyukur kepada Tuhan berulang kali semasa Ayah masih hidup, bersyukur bahwa saya memiliki Ayah seperti beliau, sosok yang begitu loveable dan akan habis kata-kata jika saya harus menggambarkan Ayah dalam aksara. Hingga saat ini pun saya masih bersyukur pernah memiliki Ayah seperti beliau, Ayah yang tidak pernah marah, dan seorang Ayah yang tangguh. Merasakan susah senang bersama Ayah, adalah pengalaman sekaligus pelajaran berharga buat saya.

Dear Ayah, tahukah kamu bekalmu begitu banyak untuk saya? Tahukah kamu itu adalah warisan yang tidak ternilai harganya? Tahukah kamu bahwa kamu akan selalu indah di hati dan kenangan saya? Tahukah kamu bahwa saya sangat merindukanmu? :’(

Kita pernah memiliki dan kita pernah kehilangan

Itulah hidup, berani untuk memiliki dan berani untuk kehilangan. Siapa pun di dunia ini akan mengalami bagaimana rasanya memiliki dan rasanya kehilangan orang-orang yang kita cintai. Kehilangan orang yang kita cintai itu rasanya seperti Tuhan mengambil sebagian nyawa kita, tapi Tuhan akan memberikan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan separuh nyawa kita yang diambil. Itu yang disebut ikhlas. Bagi saya ikhlas itu adalah ilmu yang tidak akan pernah selesai jika kita mempelajarainya, karena sesungguhnya siapa pun tidak akan bisa ikhlas jika sudah menyangkut rasa. Kalau sudah seperti itu, maka rumus kebahagiaan adalah “membahagiakan orang-orang yang kita cintai” sebelum kita tidak lagi bersama mereka. 

Mengutip kata-kata Ade Irawan “Ayah, masih ada kamu di dalam aku". Selama nyata dan gaib masih beriringan, kamu akan selalu disini... di setiap aliran darah dan eksistensi saya. Akhirnya pada hidup, saya harus mengucapkan terima kasih Ayah.. 

No comments:

Post a Comment